Kamis, 28 Juli 2011

Cerpen - Ketika Semangat Menghapus Duka

Karya : Ni Luh Putu Mira Suantari
Lembayung senja mengiringi sang surya yang kembali ke peraduannya. Membawaku terhanyut dalam keheningan harmoni alam. Sejenak kunikmati indahnya kemahakuasaan Tuhan sebelum senja bergantikan malam. Mencoba untuk habiskan detik terakhirku di tanah kelahiranku ini.
Sinar mentari pagi mengiringi langkahku. Semilir angin yang membelai daun seolah mengucapkan salam perpisahan denganku. Aku tak tahu kapan lagi aku akan kembali ke tempat ini. Setapak demi setapak kulalui jalan desa di hadapanku. Langkah ini terasa begitu berat untuk meninggalkan sejuta kenangan yang telah kurajut di desa kecil ini. Namun jalan yang kupilih tak dapat kuabaikan begitu saja. Karena kewajibanku telah memintaku untuk berpisah dengan orang-orang yang kusayang.  Ini adalah tugas pertamaku untuk pergi ke luar daerah. Bayang-bayang ketakutan itu pun terkadang menghampiriku. “Bagaimana jika aku tak bisa kembali pulang? Bagaimana jika aku tak mampu lagi bertemu keluargaku?” Semua itu kian mematahkan semangatku. Namun ini adalah pilihanku, semuanya harus siap kuhadapi walau apapun yang terjadi.
“Rin, kita sudah sampai”, ucap Sari membuyarkan lamunanku.
“Ia, Sar”, jawabku pelan.
Kupandangi sekeliling tempat ku berpijak. Terhampar padang rumput yang gersang tanpa warna hijau yang menghiasinya. “Inikah tempatku bertugas?”, tanyaku dalam hati. Sungai kecil yang tak berair. Pohon mati yang ditinggal daunnya. Dan tanah tandus yang retak terkena teriknya matahari. “Sanggupkah aku bertahan di tempat ini? Atau nasibku akan sama seperti mereka yang berusaha kuselamatkan?”.
“Rin, kamu melamun lagi ya?”, ucap Sari untuk yang kedua kalinya.
“Eh, nggak kok. Aku nggak apa-apa. Teman-teman yang lain dimana?’, tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Itu mereka di sana. Ayo kita kesana, teman-teman yang lain sudah berkumpul”, ajak Sari.
“Ya…”, balasku.
Perjuanganku di tempat ini dimulai. Hari-hari kujalani dengan menolong korban kelaparan di tanah yang gersang ini. Sudah hampir 6 bulan hujan tak kunjung turun di tempat ini. Hingga akhirnya nasib mereka seperti ini, kekurangan air karena semua sumber air kering dan kekurangan makanan. Air mataku tak kuasa lagi kubendung setiap aku melihat mereka. Anak-anak menangis setiap hari karena perut mereka yang kelaparan. Para orang tua mereka pun berusaha mencarikan makan untuk anak-anak mereka. Namun mayat-mayat tak berdosa berjatuhan, tiada kuat menahan derita yang berkepanjangan selama berbulan-bulan.