Karya : Ni Luh Putu
Mira Suantari
Hujan,,, sebenarnya apa makna
dibalik hujan itu? Ketika sedih, seseorang akan berpikir bahwa hujan yang turun
itu ikut merasakan kesedihannya. Dan ketika bahagia apakah seperti itu juga?
Terkadang saat memandang hujan
itu membuat hati terasa teduh, nyaman dan sungguh sangat menyenangkan di dalam
sini. Tapi seketika juga terkadang terasa miris, sesak dan begitu memilukan.
Hhmm, entahlah, begitu banyak persepsi yang muncul kala menikmati sesuatu yang hanya
terdiri dari lima huruf itu.
Huft,,, kuhempaskan tubuhku di
atas tempat tidurku. Rasanya malas sekali, padahal saat ini jam di dinding
kamarku baru saja menunjukkan pukul sembilan pagi. Tapi apa boleh buat, suasana
di luar rumah juga tak mendukungku untuk melakukan suatu hal yang kusukai di
luar rumah. Yaa,, hari ini hujan turun sedari subuh tadi, membuatku semakin
malas dan betah walau hanya sekadar mengurung diri di ruang pribadiku ini. Toh
tak ada hal lain juga yang bisa aku lakukan di saat seperti ini kecuali duduk
manis menunggu sang buliran bening itu tak lagi menghiasi indahnya hari.
Perlahan kubuka jendela kamarku,
entah kenapa hari ini aku begitu ingin menikmati dinginnya semilir angin saat
hujan turun. Entahlah, biasanya aku lebih suka menaikkan suhu pemanas ruangan
ini daripada harus merasakan dinginnya angin yang mungkin akan menusuk kulitku
ini. Tapi sepertinya hari ini hal itu tak akan terjadi.
Dengan seksama aku mengamati
butiran-butiran bening yang diciptakan Tuhan untuk menghiasi hari ini. Terasa
begitu damai saat mataku ini tak hentinya menatap dengan seksama setiap butiran
karya Tuhan itu. Mungkin ini pertama kalinya aku begitu tertarik untuk
mengamatinya, mencoba mencari kenyamanan yang setiap orang bicarakan saat
memandang kesejukan yang diciptakan butiran itu. Tapi sungguh, sepertinya ini
akan menjadi rutinitas baruku setiap beliau menurunkan butiran-butiran
kesejukannya itu.
Satu jam berlalu dan itu artinya
sudah hampir delapan jam lamanya butiran itu tiada hentinya menghiasi hari. Aku
masih setia disini, duduk manis di depan jendela ruang pribadiku untuk
mengamati air Tuhan itu. Duduk seperti ini selama satu jam ini sama sekali tak
membuatku merasa jenuh karena hanya mampu memandang setiap air langit yang
dengan indahnya jatuh membasahi bumiku. Padahal hanya duduk lima sampai sepuluh
menit saja biasanya aku sudah merasa bosan, bahkan hampir mati bosan. Entahlah,
aku sendiri pun tak tahu. Mungkin hujan itu telah begitu merasuki ruang hatiku
dan mengubah persepsiku selama ini. Mungkin juga Tuhan memberikan sesuatu yang
dapat menarik hatiku pada karyanya ini, hingga membuatku begitu nyaman walau
hanya memandangi buah karyanya itu.
Tik,, tik,, tik,,, berhenti.
Hujannya kini berhenti. Secercah sinar keemasan pun mulai menampakkan dirinya,
menggantikan dinginnya hari yang sedari tadi hanya bertemankan rintikan air
bening. Perlahan tapi pasti butiran-butiran itu pun kini lenyap tak tersisa.
Sinar cerah penggantinya pun semakin dengan anggunnya memamerkan senyum
terbaiknya.
Aku tersadar dari lamunanku
tentang karya Tuhan yang baru saja aku nikmati itu. Secarik senyumku pun
kulayangkan melewati jendela yang masih kubiarkan terbuka itu, menatap penuh
harap ke langit yang kini telah berganti menjadi biru cerah itu. “Baiklah,
cukup untuk hari ini. Kutunggu hadirmu kembali, hujanku”, gumamku dalam hati
sambil tak hentinya memamerkan senyum terbaikku hari ini.
Perlahan kini aku mulai bangkit
dari dudukku, menapaki jalanku dan meninggalkan jendela tegak di ruang
pribadiku, perantaraku denganmu, hujan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar